PROGRAM BANTUAN LANGSUNG TUNAI PLUS SEBAGAI UPAYA DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN MASYARAKAT DI INDONESIA
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sosiologi Terapan
Dosen Pengampu :
Oktaviani Adhi Suciptaningsih
Oleh :
Mujibatul Latifah
3401409009
JURUSAN SOSIOLOGI ANTROPOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2010
A. Latar Belakang
Masalah kemiskinan adalah salah satu masalah yang telah lama ada di Indonesia dan juga di alami oleh seluruh Negara yang ada di dunia. Pada masa lalu umumnya masyarakat menjadi miskin bukan karena kurang pangan, tetapi miskin dalam bentuk minimnya kemudahan atau materi. Dari ukuran kehidupan modern pada masa kini mereka tidak menikmati fasilitas pendidikan, pelayanan kesehatan, kurang terwakili secara politis, hidup di lingkungan yang buruk, dan berusaha memperoleh penghasilan yang minim di sebuah pertanian kecil dan daerah kumuh serta sulitnya mendapatkan kemudahan-kemudahan lainnya yang tersedia pada jaman modern. Perkembangan kemiskinan Indonesia selama beberapa periode mengalami penimgkatan dan penurunan. Hal ini disebabkan karena terjadinya krisis ekonomi dan lahirnya kebijakan-kebijakan pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan.
Kemiskinan bukanlah sesuatu yang termujud sendiri terlepas dari aspek-aspek lainnya, tetapi kemiskinan itu terwujud sebagai hasil interaksi antara berbagai aspek yang ada dalam kehidupan manusia. Aspek-aspek tersebut yang paling utama adalah aspek sosial dan ekonomi. Aspek sosial adalah adanya ketidaksamaan sosial di antara sesama warga masyarakat yang bersangkutan, seperti perbedaan suku bangsa, ras, kelamin, usia yang bersumber dari corak sistem pelapisan sosial yang ada dalam masyarakat. Sedangkan aspek ekonomi ialah adanya ketidaksamaan di antara sesama warga masyarakat dalam hak dan kewajiban yang berkenaan dengan pengalokasian sumber-sumber daya ekonomi.
Kemiskinan, ternyata bukan sekedar sebuah kata benda atau kata sifat. Kemiskinan telah hadir dalam realitas kehidupan manusia dengan bentuk dan kondisi yang sangat memprihatinkan. Kemiskinan telah menjadi sebuah persoalan kehidupan manusia. Sebagai sebuah persoalan kehidupan manusia, maka kemiskinan telah hadir juga dalam berbagai analisis dan kajian yang dilakukan oleh berbagai disiplin ilmu pengetahuan sebagai wujud nyata dari upaya memberi jawab kepada persoalan kemiskinan. Bahkan tidak hanya sebatas itu, kemiskinan juga telah hadir dalam sejumlah kebijakan baik oleh elemen-elemen sosial masyarakat maupun pemerintah dalam menunjukkan kepedulian bersama untuk menangani persoalan kemiskinan ini.
Dewasa ini, perbedaan kedudukan ekonomi para warga masyarakat ditentukan secara jelas karena berkembangnya nilai-nilai social baru di masyarakat tentang kedudukan berkenaan dengan pemilikan benda-benda bernilai ekonomi. Nilai-nilai ini berkembang sejak perdagangan ke seluruh dunia, nilai-nilai yang berkembang di masyarakat lain cenderung diakui pula sebagai nilai oleh suatu masyarakat, terutama apabila berasal dari kelompok masyarakat yang tingkat peradabannya diyakini lebih tinggi daripada masyarakat setempat. Oleh karena itu, tingkat kepemilikan harta menimbulkan masalah sosial baru yaitu kemiskinan.
Di Indonesia program-program penanggulangan kemiskinan sudah banyak pula dilaksanakan bahkan sudah berlangsung sejak lama, baik pada jaman pemerintahan masa Orde Lama, masa Orde Baru, maupun pada masa pemerintahan di era Reformasi ini. Program-proran penanggulangan kemiskinan tersebut seperti Bantuan Langsung Tunai, PNPM Mandiri, pengembangan desa tertinggal, perbaikan kampung, gerakan terpadu pengentasan kemiskinan, dan beberapa program lain yang dikeluarkan oleh pemerintah.
Untuk menunjukkan kepeduliannya terhadap persoalan kemiskinan ini, pemerintahan SBY-JK juga tidak mau ketinggalan. Bukti nyata dari kepedulian pemerintahan SBY-JK adalah terlihat pada program “Bantuan Langsung Tunai” yang selanjutnya disingkat dengan BLT. Hal ini mulai terlaksana melalui ‘Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 12 Tahun 2005’, tentang “Bantuan Langsung Tunai kepada rumah tangga-rumah tangga miskin di Indonesia”. Tujuan yang diharapkan melalui kebijakan program ini adalah dapat menjawab persoalan kemiskinan di Indonesia, sebagai akibat dari segenap perubahan yang telah terjadi, baik secara nasional maupun global. Kebijakan seperti ini patut diberi apresiasi, sebab hal ini juga dapat menjadi salah satu bentuk dari upaya menangani masalah kemiskinan di Indonesia.
Hingga saat ini Bangsa Indonesia belum benar-benar terlepas dari persoalan kemiskinan sejak krisis berkepanjangan. Oleh karena itu program batuan lansung tunai yang dilaksanakan setiap tiga bulan sekali dilakukan pemerintah Indonesia sebagai upaya pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan hingga tahun tahun 2009. Kebijakan dan penyaluran bantuan yang direncanakan Pemerintah akan dilaksanakan setelah penetapan dan pengumuman kenaikan harga bahan bakar minyak ini menimbulkan reaksi pro dan kontra dari berbagai lapisan masyarakat. Banyak pihak yang meminta agar Pemerintah tidak meluncurkan bantuan tersebut tetapi menunda penetapan kenaikan harga bahan bakar minyak. Pemerintah dalam menghadapi berbagai reaksi tersebut nampaknya telah membulatkan niat untuk tetap menaikkan harga bahan bakar minyak dan menyalurkan bantuan langsung tunai (BLT) plus.
B. Rumusan Permasalahan
Dari berbagai latar belakang yang ada di atas, maka kita dapat menenmukan berbagai permasalahan, diantaranya:
1. Bagaimana kondisi kemiskinan masyarakat Indonesia dari pemerintahan orde lama hingga jaman pemerintahan SBY saat ini?
2. Bagaimana pengaruh program kebijakan pemerintah dengan memberikan dana Bantuan Tunai Langsung sebagai program pemberdayaan dan pengentasan kemiskinan bagi masyarakat Indonesia?
C. Teori
Selo soemarjan dan Soelaiman Soemardi bahwa sosiologi atau ilmu masyarakat adalah ilmu yang mempelajari strurktur sosial dan proses sosial, termasuk perubahan-perubahan social. Struktur social adalah keseluruhan jalinan antara unsur-unsur sosiala yang pokok yaitu kaidah-kaidah social, kelompok-kelompok social serta lapisan-lapisan social. Proses social adalah pengaruh timbal balik antar berbagai segi kehidupan bersama, umpamanya pengaruh timbal-balik antara segi kehidupan ekonomi dengan segi kehidupan politik, antar segi hukum dengan segi kehidupan agama, antara segi kehidupan agama dengan segi kehidupan ekonomi dan sebagainya.
Dalam mempelajari dan mengembangkan keilmuan terutama ilmu social, digunakan berbagai teori yang digunakan untuk menerangkan segala fenomena social yang terjadi di sekeliling kita. Suatu teori pada hakekatnya merupakan hubungan antara dua fakta atau lebih atau pengeturan fakta menurut cara-cara tertentu. Fakta tersebut merupakan suatu hal yang dapat di amati dan pada umumnya dapat di uji secara empiris (Soekanto, 1990:30). Dan teori-teori inilah suatu fenomena social dapat dipahami dan dapat diterangka, terutama fenomena-fenomena social yang muncul dan perspektif sosiologis.
Dalam penelitian ini, paradigma yang digunakan adalah paradigma fakta social. Fakta social memandang hidup masyarakatnya dalam makrostrukturnya. Masyarakat di lihat sebagai kenyataan yang berdiri lepas dari soal apakah individu-individu tersebut suka atau tidak. Masyarakat dalam strukturnya yaitu bentuk, pengorganisasiannya, undang-undang dan peraturan, peranan-peranan, nilai-nilai dan apa yang disebut pranata-pranata sosial, merupakan barang atau suatu fakta yang terpisah dari individu namun mempengaruhinya (Ritzer, 1992:22-23).
Durkheim (Dalam Johnson, 1988:17) menyatakan bahwa fakta social sebagai suatu yang berada di luar individu dan bersifat memaksa terhyadapnya. Secara lebih terinci, Durkheim menjelaskan tiga karakteristik dasar fakta social yaitu:
1. Bersifat eksternal terhadap individu
2. Bersifat memaksa individu
3. Bersifat umum atau tersebar dalam masyarakat
Selanjutnya dari empat teori yang ada dalam fakta social yaitu, teori striktur fungsional, teori konflik, teori system, dan teori sosiologi macro (Ritzer, 1992:24), teori yang akan digunakan sebagai dasar analisis penelitian ini adalah teori fungsionalisme struktur, yang menekankan pada keteraturan social dan perubahan-perubahan pada fungsi masyarakat. Teori ini menyatakan bahwa masyarakat merupakan suatu system social yang terdiri dan saling menyatu dalam keseimbangan dimana perubahan yang terjadi pada suatu bagian akan menyebabkan perubahan terhadap yang lain. Asumsi dasarnya adalah bahwa setiap struktur dalam system social fungsional terhadap yang lain. Dengan kata lain semua peristiwa atau semua struktur adalah fungsional bagi suatu masyarakat (Ritzer. 1992:25).
Robert K. Merton (dalam Ritzer, 1992:25) menyatakan bahwa objek analisis sosiologi adalah fakta social seperti peranan social, pola-pola institusi, proses social, organisasi kelompok, pengendalian social, dan sebagainya. Lebih lanjut Robert K. Merton (Poloma, 1994:33-34) berusaha menunjukan bagaimana sejumlah struktur social memberikan tekanan yang jelas pada orang-orang tertentui yang ada dalam masyarakat dan mereka lebih non-konformis ketimbang konformis.
Berdasarkan paradigma fakta social, teori funsionalisme structural yang dipelopori oleh Talcott Parson dan Robert K. Merton, menjadi dasar teori dalam penelitian ini. Teori fungsionalisme structural menitikberatkan pada keteraturan yang fungsioanal dan suatu system yang normal dan seimbang. Dalam teori ini, masyarakat merupakan suatu system social yang terdiri dari bagian-bagian atau elemen-elemen yang saling berkaitan dan saling menyatuu dalam keseimbangan. Mac Iver (dalam Soekanto, 1990:337) menyatakan bahwa perubahan-perubahan social merupakan perubahan-perubahan dalam hubungan social atau perubahan dalam keseimbangan (equilibrium) hubungan sosial. Asumsi dasarnya adalah bahwa setiap struktur dalam sistem sosial, fungsional dalam yang lain. Tiap fenomena sosial mempunyai akibat-akibat objektif, baik positif maupun negatif, baik yang disadari taupun tidak. Analisis akibat-akibat itu dapat membantu mengerti apa sebabnya fenomena-fenomena itu dipertahankan, diubah atau dibatalkan. Prinsip penerapan yang dipakai ialah adaptasi hidup bersama manusia dengan situasi dan lingkungannya. Perubahan yang terjadi bermanfaat (fungsional) diterima dan perubahan lain yang terbukti tidak berguna (disfungsional) ditolak.
Menurut teori struktur fungsioanal setiap fenomena yang ada dalam masyarakat tertentu serba fungsional dalam artian positif dan negatif. Di sini suatu pranata atau institusi tertentu dapat fungsional bagi suatu unit social tertentu dan sebaliknya dis-fungsional bagi unit social yang lain. Penganut teori structural fungsional tidak mengabaikan konflik dan perubahan social dalam teori mereka, tetapi penganut teori fungsional structural modern melengkapi dirinya dengan konsep-konsep seperti fungsi, dis-fungsi, fungsi laten dan keseimbangan telah banyak menjuruskan perhatian apada sosiolog kepada persoalan konflik dan perubahan social. Merton membedakan antara fungsi manifest dan fungsi laten. Fungsi manifest adalah fungsi yang diharapkan (intended) sedangkan fungsi laten adalah sebaliknya yaitu fungsi yang tidak diharapkan (dalam Ritzer, 1992:27).
D. Kemiskinan
1. Pengertian Kemiskinan
a. Sajogyo
Kemiskinan adalah suatu tingkatan kehidupan yang berada di bawah standar kebutuhan hidup minimal yang ditetapkan berdasarkan kebutuhan pokok pangan yang membuat orang cukup bekerja dan hidup sehat berdasar atas kebutuhan beras dan kebutuhan gizi
b. Emil Salim
Kemiskinan adalah keadaan penduduk yang meliputu hal-hal yang tidak memiliki mutu tenaga kerja tinggi, kondisi fiasik dan rohaniah yang baik, dan rangkuman hidup yang memungkinkan perubahan dan kemajuan.
c. Soemitro Djoyohadikusumo
Kemiskinan ditandai dengan tingkat hidup rendah dan tertekan. Ini merupakan akibat dari serangkaian keganjilan dan kepincangan yang terdapat pada pertimbangan keadaan dasar dan kerangka susunan masyarakat itu sendiri dan menyangkut beberapa masalah, yaitu:
1. Keadaan faktor produksi yang tersedia dalam masyarakat sebagai sumber produksi yang menyangkut sumber daya alam, modal, dan keterampilan.
2. Kepincanga sebagai sektor ekonomi, modal, dan penggunaan teknologi.
d. Masrukhi
Masyarakat miskin merupakan komunitas manusia yang hidup terbelakang. Mereka tidak dapat bersaing dengan perkembangan kehidupan pada umumnya, sebagai akibat ketiadaan fasilitas baik fisik maupun psikis, sehingga mereka selalu tertinggal dan tidak dapat menikmati perkembangan kehidupan yang ada. Kemiskinan merupakan standart hidup yang rendah, yaitu:
1. Kemiskinan mencerminkan kondisi terjadi kekurangan materi, yang antara lain terlihat dalam pemilikan tanah, rumah, uang, emas, peralatan rumah tangga, dan harta benda lainnya.
2. Kemiskinan dapat dipandang sebagai tingkat kekurangan non materi, yaitu meliputi berbagai kekurangan untuk memperoleh informasi, berpartisipasi dalam organisasi, serta hubungan-hubungan sosial.
e. Suparlan
Kemiskinan dapat didefinisikan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau golongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Standar kehidupan yang rendah ini secara langsung tampak pengaruhnya terhadap tingkat kesehatan, kehidupan moral, dan rasa harga diri dari mereka yang tergolong sebagai orang miskin.
Dimensi utama kemiskinan adalah politik, sosial budaya dan psikologi, ekonomi, dan akses terhadap aset Dimensi tersebut saling terkait dan saling mengunci/ membatasi. Kemiskinan adalah kelaparan, tidak memiliki tempat tinggal, bila sakit tidak mempunyai dana untuk berobat. Orang miskin umunya tidak dapat membaca karena tidak mampu bersekolah, tidak memiliki pekerjaan, takut menghadapi masa depan, kehilangan anak karena sakit akibat kekurangan air bersih. Kemiskinan adalah ketidakberdayaan, terpinggirkan dan tidak memiliki rasa bebas (world bank). Maka ciri-ciri masyarakat miskin dapat dilihat sebagai berikut:
a. Secara politik : tidak memiliki akses ke proses pengambilan keputusan yang menyangkut hidup mereka.
b. Secara sosial : tersingkir dari institusi utama masyarakat yang ada.
c. Secara ekonomi : rendahnya kualitas SDM termasuk kesehatan, pendidikan, keterampilan yang berdampak pada penghasilan.
d. Secara budaya dan tata nilai : terperangkap dalam budaya rendahnya kualitas SDM seperti rendahnya etos kerja, berpikir pendek, dan fatalisme.
e. Secara lingkungan hidup : rendahnya pemilikan aset fisik termasuk aset lingkungan hidup, separti air bersih dan penerangan.
Kemiskinan menurut pendapat umum dapat dikategorikan dalm tiga unsur, yaitu:
a. Kemiskinan yang disebabkan aspek badaniah atau mental seseorang.
Disebabkan oleh aspek badaniyah biasanya adalah orang tersebut tidak bisa bebuat semaksimal mungkin sebagaiman manusia lainnya yang sehat jasmaniah. Sedangkan yang menyangkut aspek mental, biasanya mereka disifati oleh sifat malas bekerja secara wajar.
b. Kemiskinan yang disebabkan oleh bencana alam.
Mereka yang kena bencana alam , umunya tidak memiliki tempat tinggal bahkan sumber-sumber daya alam yang mereka miliki sebelumnya habis oleh pngikisan bencana alam.
c. Kemiskinan buatan (kemiskinan struktural).
Kemiskinan yang disebabkan oleh dan dari struktur-struktur ekonomi, sosial dan kultur serta politik. Kemiskinan struktur ini selain ditimbulkan oleh struktur penengan atau nrimo memnadang kemiskinan sebagai nasib malahan sebgai nasib Tuhan. Ciri kemiskinan struktural adalah timbulnya ketergantungan yang kuat pihak si miskin terhadap kelas-kelas sosial ekonomi di atasnya.
Jadi kemiskinan adalah suatu keadaan seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental maupun fisiknya dalam kelompok tersebut. Pada masyarakat yang bersahaja, kemiskinan identik dengan kesulitan memenuhi kebutuhan primer seperti sandang dan pangan. Tetapi, pada masyarakat kota yang lebih modern, kemiskinan berarti harta bendanya tidak cukup untuk memenuhi standar kehidupan yang ada di lingkungannya. Kemiskinan pada hakikatnya langsung berkait dengan sistem masyarakat secara menyeluruh dan bukan hanya ekonomi atau politik, sosial dan budaya.
Para ahli ilmu-ilmu sosial umumnya berpendapat bahwa sebab utama yang melahirkan kemiskinan ialah sistem ekonomi yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Sistem ekonomi ini tercermin dalam berbagai pranata yang ada dalam masyrakat tersebut, yakni suatu sistem antar hubungan peranan-peranan dan norma-norma yang terorganisir untuk usaha-usaha penentuan kebutuhan-kebutuhan sosial utama yang dirasakan perlunya dalam masyarakat. Sistem ekonomi yang terjalin dalam berbagai pranata tersebut memberikan corak pada pola ekonomi yang menghasilkan adanya ketidakmerataan ekonomi yang dirasakan oleh warga masyarakat sebab tidak semua warga masyarakat tersebut dapat mencapai pola ideal yang ada dalam pola kehidupan ekonomi kehidupan ekonomi yang bersumber pada sistem ekonominya.
Banyak faktor yang menyebabkan seseorang atau sebuah kelurga miskin. Menurut Kartasasmita kondisi kemiskinan disebabkan oleh sekurang-kurangnya empat penyebab, yaitu:
a) Rendahnya taraf pendidikan.
Taraf pendidikan mengakibatkan kemampuan pengembangan diri terbatas dan menyebabkan sempitnya lapangan kerja yang dimasuki.
b) Rendahnya derajat kesehatan.
Taraf kesehatan dan gizi yang rendah menyebabkan rendahnya daya tahan fisik, daya pikir, dan prakarsa.
c) Terbatasnya lapangan kerja.
Keadaan kemiskinan karena kondisi pendidikan diperberat oleh terbatasnya lapangan pekerjaan. Selama ada lapangan kerja ata kegiatan usaha, selama itu pula ada harapan untuk memutuskan lingkaran kemiskinan tersebut.
d) Kondisi keterisolasian.
Banyak penduduk miskin, secara ekonomi tidak berdaya karena terpencil dan terisolasi. Mereka hidup terpencil sehingga sulit atau tidak dapar terjangkau oleh pelayanan pendidikan, kesehatan, dan gerak kemajuanyang dinikmati masyarakat lainnya.
Menurut Kuncoro (2000) yang mengutip Sharp, penyebab kemiskinan adalah:
1. Secara mikro kemiskinan minimal karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang menimbulkan ketimpangan dalam distribusi pendapatan. Penduduk miskin hanya memiliki sumber daya dalam jumlah terbatas dan kualitasnya rendah.
2. Kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumberdaya manusia yang rendah berarti produktivitasnya rendah, yang pada gilirannya upahnya juga rendah. Rendahnya kualitas sumber daya ini karena rendahnya pendidikan, nasib yang kurang beruntung, adanya diskriminasi atau karena keturunan.
Mengetahui akan penyebab kemiskinan yang terjadi di masyarakat luas, Pemerintah sebenarnya telah melaksanakan upaya penanggulangan kemiskinan, yang dinilai sejak Pelita pertama yang sudah menjangkau seluruh tanah air. Upaya itu telah menghasilkan perkembangan yang positif. Namun, demikian, krisis moneter dan ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun 1997 telah mengecilkan arti berbagai pencapaian. Pada suatu sisi telah menimbulkan lonjakan pengangguran dan dengan cepat meningkatkan kemiskinan di pedesaan dan di perkotaan.
Kemiskinan akan lebih banyak ditemui di wilayah perkotaan sesuai dengan meningkatnya urbanisasi dan krisis ekonomi yang terjadi dalam beberapa tahun terahir, meskipun sebelumnya kemiskinan diidentikan dengan fenomena desa atau daerah terpencil yang minus sumber dayanya (Adam, 2006:01). Penduduk miskin Indonesia dibedakan antara penduduk desa dan kota. Secara umum, garis kemiskinan di kota lebih beragam dari pada di desa, sehingga menyebabkan pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan dasar lebih tinggi, sedangkan di desa sebagian besar masih digunakan untuk makan. Kemiskinan diperkotaan menjadi lebih kompleks lagi permasalahannya. Hal ini disebabkan pada kedudukan kota yang tersusun dalam suatu jaringan yang bertingkat-tingkat serta merupakan pusat pemerintahan dan pendominasian bagi pengaturan kesejahteraan hidup masyarakat secara luas.
Ada beberapa alasan penting mengapa kemiskinan perlu mendapat perhatian untuk ditanggulangi, yaitu:
1) Kemiskinan merupakan kodisi yang kurang beruntung bagi kaum miskin, akses terhadap perubahan politik dan institusi sangat terbatas.
2) Kemiskinan merupakan kondisi yang cenderung menjerumuskan orang miskin ke dalam kriminalitas.
3) Bagi para pembuat kebijakan, kemiakinan itu sendiri juga mencerminkan kegagalan pembangunan yang telah diambil pada masa lampau.
Untuk menghapus masalah kemiskinan yang kini semakin krusial di Indonesia, perlu dilakukan langkah-langkah merombak struktur yang otoritarian dan monopolistik, yaitu dengan:
1) Strategi penguatan posisi politik miskin.
Penguatan posisi politik dapat dilakukan dengan mendorong pengorganisasian diri masyarakat miskin demi tindakan yang partisipatif, dengan cara merubah peraturan yang membatasi (seperti masalah perijinan atau formalisasi) menjadi peraturan yang memfasilitasi.
2) Strategi ekonomi kelompok masyarakat miskin.
Penguatan ekonomi dilakukan dengan strategi merombak struktur ekonomi yang monopolistik dan anti persaingan menjadi struktur yang lebih adil dan kondusif, serta strategi akses kelompok masyarakat miskin terhadap sumber daya.
Umumnya manusia tidak ingin terperangkap ke dalam kondisi kemiskinan. Kemiskinan muncul karena ketidakmampuan sebagian masyarakat untuk mengakses sumber daya yang tersedia. Sumber daya alam dan kualitas sumber daya manusia yang rendah menyebabkan produktivitas yang rendah menyebabkan penghasilan yang rendah dan ini menghasilkan kemiskinan kembali. Setiap pemerintah daerah menginginkan agar masalah kemiskinan dapat dikurangi dan diatasi. Tujuan yang penting ini memerlukan kebijakan yang sesuai.
Pada umumnya ada beberapa upaya dalam penanggulangan kemiskinan, di antaranya adalah:
a. Upaya tidak langsung
Bentunya seperti Program Keluarga Berencana, pengucuran dana Inpres, pendidikan, kesehatan, serta perbaikan sarana transportasi dan lain-lain.
b. Upaya langsung
Program inpres desa (IDT) oleh Departemen dalam Negeri, Program Kelompok Usaha Bersama (KUBE) oleh Departemen Sosial, Takesra dan Kukesra oleh BKKBN dan CPIS, Bantuan Langsung Tunai, PNPM Mandiri, dan lain-lain.
c. Bantuan lebih bercorak karitas dan okasional yaitu tanpa kewajiban untuk membinanya.
d. Lembaga Swadaya Masyarakat
Menyalurkan kredit kepada penduduk miskin yang di kelola oleh perorangan atau lembaga miskin.
Hal tersebut dilakukan tentunya agar masyarakat Indonesia mengalami kesejahteraan social yang layak dimana diartikan sebagai sebuah kondisi terpenuhinya berbagai macam kebutuhan social yang teroganisir dan mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat berdasarkan konteks sosialnya.
Pendapat lain ada yang mengatakan, bahwa usaha memerangi kemiskinan hanya dapat berhasil kalau dikatakan dengancara memberikan pekerjaan yang memberikan pendapatan yang layak kepada orang-orang miskin. Karena dengan cara ini bukan hanya tingkat pendapatan yang dinaikkan, tetapi hjarga diri sebagai manusia dan sebagai warga masyarakat dinaikkan, seperti warga ,masyrakat lainnya. Dengan lapangan kerja dapat memberikan kesempatan kepada mereka untuk bbekerja dan merangsang berbagai kegiatan di sekotor-sektor ekonomi lainnya.
E. Kebijakan Bantuan Langsung Tunai dalam upaya Pengentasan Kemiskinan
1. Pengertian Bantuan Langsung Tunai
Bantuan Langsung Tunai (BLT) adalah sebuah dana kompensasi yang bersifat sementara dimana program tersebut diarahkan sedemikian rupa untuk keluarga miskin oleh pemerintah yang bertujuan sebagai upaya dalam pengentasan kemiskinan. Para keluarga miskin lebih memprioritaskan penggunaan dana BLT terhadap penggunaan kebutuhan dasar yaitu sembako, tetapi dalam prakteknya BLT belum efisien dan seeefektif mungkin dalam memenuhi keinginan masyarakat miskin karena prioritas utama dari dana BLT tersebut masih untuk kebutuhan dasar sedangkan kebutuhan manusia itu pada hakikatnya tidak terbatas.
BLT muncul terkait keputusan pemerintah menaikkan harga BBM dalam negeri diambil karena biaya subsidi BBM dalam negeri meningkat sangat pesat dengan naiknya harga minyak mentah dunia pula pada saat itu. Subsidi BBM lebih banyak dinikmati oleh kelompok berpendapatan menengah dan atas sedangkan masyarakat miskin hanya dapat menikmati sedikit saja dari dana subsidi BBM tersebut. Pemerintah menyadari bahwa kenaikan harga bahan bakar minyak telah menimbulkan dampak yang signifikan terhadap masyarakat terutama keluarga-keluarga miskin. Setelah di analisis, ternyata pemberian dana BLT tersebut di nilai dapat meringankan beban masyarakat di Indonesia.
2. Sasaran Penerima BLT Plus
Penetapan jumlah sasaran, jumlah bantuan per bulan, jenis bantuan, mekanisme dan prosedur penyaluran BLT Plus dilakukan atas dasar pertimbangan sebagai berikut :
a) Bahan bakar minyak tanah merupakan salah satu kebutuhan pokok dalam rumah tangga. Kenaikan harga bahan bakar tersebut akan berpengaruh langsung dalam pemenuhan kebutuhan kesinambungan kehidupan dalam setiap rumah tangga dalam masyarakat, utamanya rumah tangga miskin dan sangat miskin.
b) Selain minyak tanah, kebutuhan masyarakat yang juga sama pentingnya adalah transportasi yang sangat erat kaitannya dengan bahan bakar minyak (premium, pertamax, solar, dll), baik masyarakat yang memiliki kendaraan pribadi maupun pengguna kendaraan umum. Kenaikan harga bahan bakar minyak akan menimbulkan kenaikan biaya transportasi.
c) Bantuan langsung tunai (BLT) Plus yang diberikan merupakan salah satu jenis bantuan yang bertujuan untuk mencukupkan biaya yang harus dikeluarkan oleh masyarakat miskin untuk kebutuhan pembelian bahan bakar dan sifatnya mendesak.
d) Pemberian bantuan berupa minyak goreng dan gula pasir merupakan bantuan tambahan yang juga mendesak karena hampir semua jenis bahan kebutuhan pokok juga mengalami kenaikan harga.
e) Bantuan langsung tunai (BLT) Plus bukan merupakan satu-satunya jenis bantuan yang bertujuan untuk menstabilkan perekonomian rumah tangga miskin dan masyarakat Indonesia secara umum. Bantuan ini merupakan bantuan “antara” yang bertujuan untuk menjadi pertolongan pertama bagi kondisi perekonomian rumah tangga miskin yang terpuruk akibat kenaikan harga-harga di hampir semua jenis kebutuhan hidup.
f) Penetapan jumlah sasaran penerima bantuan rumah tangga sangat miskin merupakan suatu hal yang sangat mendesak mengingat bahwa penetapan kenaikan harga bahan bakar minyak tidak dapat ditunda. Data ini kemudian akan diverifikasi kembali pada saat proses persiapan dan pelaksanaan penyaluran bantuan.
Penerima bantuan tunai bersyarat merupakan rumah tangga miskin yang memiliki anggota keluarga terdiri dari anak usia 0-15 tahun dan/atau ibu hamil/menyusui dan telah ditetapkan sebagai peserta Program Kelurga Harapan (PKH) serta wajib mengikuti ketentuan yang berlaku dalam program tersebut. Program ini dilaksanakan dari bulan Juni s.d Desember 2008 (selama 7 bulan), dalam bentuk Bantuan Langsung Tunai tanpa syarat kepada Rumah Tangga Sasaran (unconditional cash transfer) sebesar Rp100.000,-/bulan, dengan rincian diberikan Rp300.000,-/3 bulan (Juni-Agustus) dan Rp400.000,-/4 bulan (September-Desember). BLT dianggap sebagai suatu cara pemerintah untuk membujuk dan merayu rakyatnya yang lebih terhormat (tahu kan maksud saya), juga oleh mereka yang lebih ahli atau merasa lebih ahli. Program ini dinilai kurang efektif oleh banyak pihak, jadi sempat timbul pro dan kontra.
3. Dampak Kebijakan BLT
Setelah BLT dikeluarkan sebagai upaya dalam pemberdayaan dan pengentasan kemiskinan bagi masyarakat Indonesia, muncul beberapa pro dan kontra sehingga hal ini mengakibatkan beberapa dampak yang tentunya berpengaruh terhadap kehidupan di Indonesia dalam berbagai aspek kehidupan. Berdasarkan paradigma fakta social, teori teori fungsionalisme struktural yang dipelopori oleh Talcott Parson dan Robert K. merton maka teori ini dapat menjadi dasar teori dalam melakukan penelitian masalah pengentasan kemiskinan melalui dana BLT tersebut.
Menurut teori fungsionalisme structural, prinsip penerapannya ialah prinsip AGIL yang membawa perubahan yang terjadi bermanfaat (fungsional) diterima dan perubahan lain yang terbukti tidak berguna (disfungsional) ditolak. Pemberian dana BLT sebagai upaya dalam pengentasan kemiskinan sebagai kebijakan pemerintahan SBY-JK membawa beberapa dampak apabila dilihat dengan menggunakan beberapa prinsip fungsinalisme structural, diantaranya adalah:
1. Adaptation
Adaptation artinya fungsi sistem harus merespon kondisi luar sebagai wujud penyesuaian diri dengan lingkungan dan memenuhi kebutuhan dari luar. Peningkatan harga bahan bakar minyak yang sangat drastis dari meningkatnya harga minyak mentah dunia membuat pemerintah Indonesia harus cepat tanggap dalam kondisi demikian. Jika tidak dilakukan penyesuaian harga BBM dalam negeri, maka APBN sebagai salah satu pilar perekonomian menjadi tidak berkelanjutan. Hal ini menyebabkan runtuhnya kepercayaan pasar yang nanti pada gilirannya berakibat pada merosotnya perekonomian nasional.
2. Goal
Goal adalah fungsi system harus mempunyai dan mencapai tujuan. Bantuan Langsung Tunai yang diperuntukkkan bagi keluarga miskin di Indonesia yang bertujuan dalam pengentasan kemiskinan dan meringankan beban masyarakat Indonesia. Selain itu, program BLT juga digunakan sebagai kesejahteraan masyarakat dalam upaya pemenuhan kebutuhan kehidupan sehari-harinya di dalam masyarakat.
3. Integration
Integration adalah fungsi sistem harus mengatur sedemikian rupa sehingga ketiga fungsi system yang lainnya dapat bekerja dan saling kerja sama. BLT disini juga berpengaruh antara kehidupan pemerintah dengan rakyat biasa. Pembagian BLT oleh pemerintah tidak semata-mata untuk menyelamatkan perekonomian dan berlangsungnya kehidupan masyarakat tetapi juga untuk menjaga stabilitas atau keseimbangan ekonomi dan Negara, pemilik modal juga rakyat biasa. Selain itu juga, pemerintah menetapkan kebijakann BLT sebagai upaya meredam gejolak masyarakat yang berpotensi terhadap kemungkinan terjadinya kerusuhan social dan bencana social yang lebih parah.
4. Latent
Fungsi latent yaitu fungsi system harus diperbaiki dan terus menjaga terpeliharanya system agar tetap dalam kondisi yang baik dengan teris menjaga dan memberikan motivasi pada system lainnya. Kondisi dengan pemberian daa BLT seharusnya dapat menciptakan kesejahteraan kehidupan masyarakat, bila sudah tercipta maka hendaknya kesejahteraan tersebut dipelihara serta diseimbangi oleh masyarakat penerima BLT tersebut dengan tidak menggantungkan hidupnya dengan pemberian dana BLT yang bergulir 3 bulan sekali sebesar Rp. 300.000,00.
Sedangkan menurut Robert K. Merton yang merupakan salah satu tokoh teori fungsionalisme srtuktural memusatkan perhatiannya pada fungsi yang menurutnya ada yang bersifat manifest dan latent. Dari pendapat Merton, penulis melihat dan merasakan adanya konskwensi-konskwensi social yang bersifat funggsional maupun disfungsional terhadap sistemnya. Apabila BLT dianalisis dengan pandangan Robert K. Merton, maka dapat dilihat sebagai berikut:
1. Fungsional
a. Fungsi Manifest
Pemberian dana BLT tersebut banyak membawa dampak positif dalam masyarakat, diantaranya:
1) Membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya terutama dalam pemenuhan kebutuhan poko yaitu sembako.
Tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini Indonesia sedang mengalami kondisi ‘bencana ekonomi’ dalam negeri. Kenaikan harga BBM yang lalu telah menyebabkan masyarakat kehilangan kemampuan daya beli. Hal ini akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan masyarakat untuk bertahan hidup. Oleh karena itu penulis memandang bahwa BLT Plus merupakan bantuan tanggap darurat di bidang ekonomi dan sosial. Dengan adanya BLT Plus, penyusun menilai bahwa sekurang-kurangnya masyarakat miskin masih akan mampu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak. Tetapi harus di sadari pula bahwa BLT adalah bantuan yang bersifat sementara, maka dari itu maka pemerintah harus segera menindaklanjuti bantuan tersebut akan rakyat miskin tidak mendapatkan kehidupan yang tak layak.
2) Terciptanya stabilitas ekonomi Negara
Ketidakmampuan dan melemahnya daya beli masyarakat akan berakibat terhadap stabilisasi ekonomi. Oleh karena itu penyusun memandang bahwa sejumlah anggaran yang disediakan oleh Pemerintah dalam BLT Plus tidak semata-mata untuk menyelamatkan perekonomian dan keberlangsungan kehidupan masyarakat tetapi juga untuk menjaga stabilitas ekonomi pemilik modal dan dunia usaha. Ketidakmampuan ekonomi masyarakat akan berpengaruh langsung terhadap permintaan terhadap pasar, produksi, distribusi dan konsumsi. Masyarakat mungkin akan mampu untuk melakukan penghematan dalam berbagai aspek kebutuhan kehidupannya tetapi hal ini akan sangat berpengaruh terhadap kelompok pemilik modal dan dunia usaha, yaitu permintaan pasar yang akan menurun dengan sangat tajam sehingga mempengaruhi perputaran ekonomi.
3) Kelompok pemilik modal dan dunia usaha menjadi beruntung karena daya beli mastarakat menjadi meningkat berkat adanya BLT tersebut. Apabila daya beli masyarakat lemah, maka akan berpengaruh pula terhadap laju dan kesinambungan usaha kelompok pemilik modal.
4) Menjaga Stabilitasi Sosial dan Politik
Penyusun menilai bahwa Pemerintah pada saat itu tidak mempunyai alternatif lain untuk menekan laju inflasi dan menghemat devisa berkaitan dengan naiknya harga BBM di dunia Internasional. Kenaikan harga BBM tersebut kemudian telah menyebabkan terjadinya krisis ekonomi dalam negeri dan akan menjadi potensi terjadinya krisis sosial. Oleh karena itu, Pemerintah menetapkan kebijakan BLT Plus sebagai upaya meredam gejolak sosial masyarakat yang berpotensi terhadap kemungkinan terjadinya kerusuhan sosial dan bencana sosial yang lebih parah.
5) Jaring Pengaman Sosial Nasional
Konsep bantuan ini semestinya tidak hanya diterapkan pada kondisi tanggap darurat pada kejadian bencana ekonomi karena kemudian menuai reaksi dari berbagai kalangan. Seandainya pola bantuan Jaring Pengaman Sosial ini diberlakukan secara konsisten sesuai kebutuhan dan berkesinambungan dalam setiap periode Pemerintahan maka penetapan BLT Plus akan lebih mudah dilaksanakan dan hasilnya mungkin akan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap stabilisasi perekonomian, sosial dan politik negara maupun masyarakat.
b. Fungsi Latent
1) BLT diasumsikan sebagai suap politik yang diberikan pemerintah untuk meredam gejolak sosial masyarakat. Pemerintah yang sedang berkuasa meberikan bantuan tersebut untuk mengamankan kedudukannya dalam pemerintah sendiri dan menyapkan langkah-langkah menuju suksesi kekuasaan di tahun selanjutnya.
2) Apabila terjadi gejolak social dalam masyarakat dan kerusuhan politik maka masyarakat kan marah dan menjarah serta melakukan perusakan terhadap asset-aset pemerintah maupun kekayaan kelopok pemilik modal. Dana BLT dapat meredam gejolak social masyarakat maka kelompok pemilik modal untuk sementara waktuakan aman dalam melanjutkan usahanya.
2. Disfungsional
Disfungsional disini artinya menghambat kelangsungan sitem yang sedang dijalankan. Hal ini dapat dilihat melalui analisis berikut:
a) BLT untuk keluarga miskin rawan akan tindakan criminal seta rawan penyelewengan mulai dari jual beli kartu kompensasi BBM hingga uang jasa dan biaya administrasi atau transportasi pengambilan kompensasi sehingga dinilai membebani bagi masyarakat penerima BLT.
b) Banyak warga masyarakat memilih menjadi keluarga miskin. Nyatanya banyak warga berlomba-lomba mendapatkan status miskin dimana menunujukan rasa malu individu tersebut hilang ketika dilakukan bersama dan sudah tidak relevan lagi.
c) BLT muncul sebagai penyakit masyarakat yang dapat melumpuhkan potensi sumber daya manusia dalam masyarakat.
d) Muncul masyarakat yang berjiwa pengemis dan ketergantungan.
Dana BLT bagi masyarakat yang menerimanya di anggap mampu membantu kesulitan kehidupan ekonomi mereka, nyatanya hal ini mereka menjadi manusia yang selalu mengharapkan pencairan dana BLT tersebut dan mulai bergantung terhadap adanya kebijakan pemerintah tersebut. Hal ini menyebabkan mental masyarakat Indonesia sebagai jiwa pengemis dan ketergantungan. BLT dianggap merusak modal sosial masyarakat miskin. Kemandirian masyarakat jauh menurun, mereka mulai tergantung pada dana BLT dan malas untuk bekerja. Kepercayaan di antara masyarakat semakin menurun, seiring munculnya saling curiga di antara mereka yang mendapatkan dan tidak mendapatkan BLT.
e) Ada sebagian kepala keluarga yang menganggap kehidupan social akan tetap berjalan normal sekalipun mereka kelak meninggal dengan hanya hidup tergantung pada dana kompensasi tersebut. Sehingga disini BLT di anggap sebagai bantuan komsumtif dan itu tidak baik bagi masyarakat.
Mengetahui hal tersebut, maka sebaiknya pemberian dana bantuan langsung tunai yang dipergunakan sebagai upaya pengentasan kemiskinan di masyarakat Indonesia, serta yang awalnya dicanangkan untuk meringankan beban masyarakat miskin, hingga pada parktiknya , penyaluran dana BLT juga banyak disalahgunakan dan justru membawa kerugian pada masyarakat. Dan akhirnya saat ini, dana BLT tersebut tidak digulirkan lagi bagi masyarakat miskin di Indonesia. Melihat kenyataan yang ada, sebaiknya dana BLT tersebut digunakan sebagai:
a. Program padat karya
Program padat karya yang dimaksud disini adalah program yang diharapkan akan membuka lapangan kerja yang baru. Dana BLT yang disalurkan bagi masyarakat miskin, dapat dijadikan sebagai modal dalam berbagai usaha baik dalam skala kecil seperti industry rumah tangga hingga skala besar yaitu industry besar. Dengan demikian, ini membuka peluang dan harapan bagi masyarakat yang belum mempunyai pekerjaan sehingga tidak selalu menggantungkan hidupnya pada pemberian dana BLT tersebut dan setidaknya dapat mencukupii kebutuhan hidupnya sehari-hari.
b. Perbaikan sarana pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting dalam memenuhi kebutuhan manusia terutama sebagai makhluk social. Tidak dipungkiri, bila sarana pendidikan yang kurang baik atau dalam keadaan rusak, tentunya akan menggganngu aktivitas belajar bagi para peserta didik. Maka dari itu, sebaiknya pemberian dana BLT tersebut selain digunakan sebagai program padat karya maka dapat digunakan pula sebagai perbaikan sarana pendidikan terutama bagi tingkat sekolah dasar. Dengan perbaikan sarana tersebut, ada kemungkinan akan membawa kelancaran dalam proses belajar mengajar di sekolah-sekolah terutama di pedesaan.
c. Peningkatan sarana kesehatan
Tidak dapat dipungkiri, kesehatan adalah hal yang paling penting agar tetap dapat menjalani kehidupan normal seperti biasanya. Apabila sakit menyerang, maka mereka berusaha untuk mengobati sakitnya tersebut dengan pergi ke dokter atau fasilitas kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas, klinik, atau fasilitas kesehatan yang lain. Tetapi saat ini bagi masyarakat miskin bila mengalami sakit yang terlalu parah, mereka kurang diperhatikan hingga muncuk istilah “orang miskin dilarang sakit”. Sungguh itu sangat memprihatinkan. Maka dari itu, agar masyarakat miskin mendapatkan kehidupan yang sejahtera juga kesehatan yang layak, sebaiknya penggunaan dana BLT selain digunakan sebagai program padat karya dan perbaikan sarana pendidikan, juga dapat dialihkan kepada sarana kesehatan untuk masyarakat luas.
F. SIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan :
1) Pola kebijakan pemerintahan SBY-JK seperti yang termaktub dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) kurun waktu 2004-2009, yang mengedepankan upaya peningkatan daya beli masyarakat sebagai tujuan menjawab problem kemiskinan di Indoensia, yang kemudian melahirkan program BLT adalah sebuah pendekatan pemecahan problem kemiskinan dan karena itu hanya mempersempit sebuah problem kemiskinan yang sebenarnya sangat luas jangkauannya.
2) Ukuran dan standar sebuah kemiskinan adalah sesuatu yang sangat sulit untuk ditetapkan. Hal ini disebabkan oleh banyaknya dimensi yang mempengaruhi problem kemiskinan itu, baik secara ekonomi, politik, sosial, budaya maupun religius. Karena itu, usaha-usaha penetapan suatu standar kemiskinan yang kuantitatif adalah sesuatu yang sangat mustahil untuk dibuat.
3) Walaupun begitu ukuran-ukuran yang ditetapkan berdasarkan suatu dimensi kehidupan itu, adalah sangat penting pula. Dimana hal itu dapat menjadi sumber data yang dapat dipergunakan untuk diskursus problem kemiskinan secara holistik dan komprehensif.
4) Akhirnya pengalaman realisasi program BLT di Indonesia yang mengandung banyak cacat nilai itu, harus menjadi suatu pengalaman yang berharga untuk segala kebijakan pemerintah di masa depan agar menjadi lebih baik dan lebih menyentuh akar-akar persoalan dari problem kemiskinan itu.
Saran-saran :
1) Pemberian dana BLT adalah sebuah bantuan dari kebijakan pemerintah yang sebenarnya membuat masyarakat menjadi masyarakat yang serba ketegantungan dan membuat ,masyarakat menjadi masyarakat yang mempunyai mental pemalas. Oleh karena itu, untuk menghindari hal demikian sebaiknya pemerintah harus berpikir ulang agar dalam memberikan kebijakan bagi masyarakat Indonesia membuat mereka lebih berpikir kreatif yang positif serta dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya dalam masyarakat.
2) Bagi masyarakat luas, sebaiknya menyadari akan kebijakan pemberian dana BLT tersebut dengan menggunakan dana BLT tersebut dengan menjadikannya sebagai modal dalam membuka usaha dan bisa digunakan sebagai upaya dalam menyambung hidup.
DAFTAR PUSTAKA
Soekanto, Soerjono. 2004. Sosiologi Suatu Pengantar, edisi keempat. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Salim, Agus. 2007. Teori Sosiologi Klasik & Modern (Sketsa Pemikiran Awal). Semarang: Unnes Press.
Damsar. 2002. Sosiologi Ekonomi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Narwoko, Dwi & Suyanto, Bagong. 2006. Sosiologi Teks Pengantar & Terapan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Zeitlin, Irving M. 1998. Memahami Kembali Sosiologi (kritik terhadap sosiologi kontemporer). Yogyakarta: UGM Press.
Sairin, Sjafri. 2002. Perubahan social Masyarakat Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ahmadi, abu. 2003. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Rhineka Cipta.
Widyamartaya, A & Widyanta, ab, 2003. Kemiskinan & Ketimpangan, international forim on gliblalitation. Yogyakarta: Cinderalas Pustaka Rakyat Cerdas.
Remi, Sutyastie Soemitro. 2002. Kemiskinan & Ketidakmerataan di Indonesia (suatu analisis awal).
Todora, Michael.P & Smith, Stephen C. 2004. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Edisi kedelapan. Jakarta: Erlangga.
Widodo, Tri. 2006. Perencanaan Pembangunan, Aplikasi Komputer (era otonomi daerah). Yogyakarta: STIM YKPN.
Bryant, Coralie dan Louise G. 1989. Manajemen Pembangunan untuk Negara Berkembang. Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar